Banyakayat-ayat senada lainnya yang diakhiri dengan kalimat afala ta’qilun, afala tatafakkarun, afala ta’lamun, atau afala yafqahun.” Selain itu, al-Qur,an menganggap orang yang tidak menggunakan akalnya sebagai binatang, dengan ungkapan, “Mereka memiliki akal, tetapi mereka tidak memahami (berpikir).
Denganketekunannya menelaah hikmah shalat tahajud dari ilmu kedokteran, ia telah melaksanakan apa yang diinginkan Al-Qur'an, yaitu bacalah (iqra), lalu simaklah (wa-sma'u), lalu pikirkanlah (afala tatafakkarun), lalu perhatikanlah (afala tubshirun) lalu teliti/risetlah (afala tandhurun), dan ungkapkanlah (afala tatadabbarun). (wordpress.com)
AlBaqarah: 257. Diksi “Dia (Allah) mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya” dalam ayat tersebut ditafsirkan para ulama dengan pembebasan manusia dari gelapnya kekafiran menuju terangnya iman. Al-Baghawi menambahkan bahwa apabila dalam al-Qur’an ada kata al-zulumat (kegelapan) disandingkan dengan kata al-nur (cayaha) -selain di
Adabanyak macam penamaan yang secara subtansial amat dekat dengan gagasan teologi pembebasan ini, diantaranya: teologi pemerdekaan (Romo Mangun), teologi Kiri (Kiri Islam ala Hassan Hanafi), teologi kaum mustadh’afin, teologi kaum tertindas, dan lain-lainnya. Masing-masing penamaan ini hendak mengartikulasikan suatu cara beragama yang
Makajamaah Maiyah ndridil mewiridkan firman-firman baku dari Allah Swt, contoh-contoh dari Rasulullah Saw, atau mengembara ke sabana-sabana ijtihad perkawinan antara “halalan thayyiban” dengan “afala tatafakkarun” itu. Sampai akhirnya di sebuah petak savanna zaman, berjumpa Kenjang Sunan Kalijaga sedang ura-ura nembang syair Tolak Bala:
sesungguhnya Al Qur’an itu adalah “bacaan yang sangat mulia”) - Dalam Al-Qur’an disebutkan kata “Afala Ta’qilun” (apakah kamu tidak menggunakan akalmu?) sebanyak 24 kali; kata “Afala Ya’qilun” (apakah mereka tidak menggunakan akalnya?) sebanyak 22 kali; kata “Afala Ta’lamun” (apakah engkau tidak mengetahui?) sebanyak 36 kali; kata “Afala Ya’lamun” (apakah
Tulisanitu mendapat lebih dari seratus tiga puluh respon yang pada umumnya menyatakan senang dengan tulisan sang blogger. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mewajibkan umatnya untuk membaca surat-surat yang sangat panjang dalam shalat seperti yang beliau lakukan pada shalat malam (tahajjud).
LafadzAllahu Akbar tulisan Arab ternasuk kalimat thoyyibah atau ucapan yang bagus dan mendapatkan kebaikan bagi yang mengucapkannya. Manfaat Mengucapkan Kalimat Allahu Akbar. Untuk Mendekatkan Diri Kepada Allah; Jika kita sering menyebut asma Allah, salah satunya kalimat takbir yaitu Allahu Akbar, maka kasih sayang Allah akan terasa dekat. Hal
DulubahasaArab pernah memegang hegemoni peradaban kelas dunia,sekarang bahasa Inggris paling banyak digunakan orang, terutamadengan adanya komputer dan internet sehingga kian memperkokohpenyebaran bahasa Inggris dalam dunia sains dan bisnis. Anda tinggal menaruhnya dipinggir jalan, kemudian dikasih tulisan harganya. Misalnya, apelsepuluh
Misalnyakutipan ayat yang berbunyi, afala tatafakkarun (apakah kamu tidak berpikir?), afala ta’qilun (apakah kamu tidak berakal?), afala yatadabbarun (apakah mereka tidak berdabbur?), afala tubsirun (apakah kamu tidak melihat?) dan afala tazakkarun (apakah kamu tidak mengambil pelajaran?)
Sbo9c3X. KATA akal sering kita dengar bersama dan menjadi bagian kata yang kita ucapkan sehari-hari. Tahukah Anda? kata akal berasal dalam bahasa Arab, al-aql. Kata al-aql merupakan mashdar kata aqola – ya’qilu – aqlan artinya “paham tahu/mengerti dan memikirkan menimbang“. Dalam al-Mu’jam al-Wasith p. 616-617, kata akal disebutkan dengan istilah al-Aql. Kata tersebut merupakan salah satu bentuk derivasi dari akar kata “aqala’ yang berarti “memikirkan hakekat di balik suatu kejadian” atau rabatha mengikat. Dalam tradisi Arab Jahiliyyah, kata aqala seringkali digunakan untuk menunjuk suatu “pengikat unta” aql al-ibil. Selain itu, kata aql juga memiliki makna al-karam kemuliaan, maksudnya adalah orang yang menggunakan akalnya sesuai petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala sebagai orang yang berakal aqil. Kata ’aql disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak 49 kali. Kata kerja ta’qilun diulang sebanyak 24 kali dan kata kerja ya’qilun sebanyak 22 kali. Sedangkan, kata kerja ’aqala, na’qilu, dan ya’qilu masing-masing terdapat satu kali. Yang menarik, peng-gunaan bentuk pertanyan negatif istifham inkari’ yang bertujuan memberikan dorongan dan membangkitkan semangat seperti kata “afala ta’qilun” diulang sebanyak 13 kali dalam Al-Qur’an. Diantaranya adalah firman Allah kepada Bani Israel sekaligus kecaman dalam QS. 2 44; أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنسَوْنَ أَنفُسَكُمْ وَأَنتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ “Mengapa kamu suruh orang lain mengerjakan kebaktian, sedang kamu melupakan diri kewajibanmu sendiri, padahal kamu membaca Al-Kitab Taurat? Maka tidaklah kamu berpikir? Ar-Raghib Al-Ashfahany dalam Al-Mufradat fii Gharib al-Qur’an p. 346 mengungkapkan bahwa akal merupakan daya atau kekuatan yang berfungsi untuk menerima dan mengikat dasar itulah orang yang mampu menggunakan fungsi akalnya dengan benar disebut juga dengan alim al-alim. Sebagaimana digambarkan dalam surat al-Ankabut 43 bahwa orang yang alim ialah manusia yang mampu mengambil hakekat atau manfaat dari perumpamaan yang telah disampaikan Allah Subhanahu Wata’ala. Abd Ar-Rahman Hasan dalam karyanya Al-Akhlak Al-Islamiyyah wa Asasuha p. 317 menjabarkan proses berpikir manusia. Menurutnya, berpikir berawal dari proses mengikat makna suatu pengetahuan, proses ini terdapat dalam konsep akal atau disebut juga dengan ta’aqqul yaitu proses mengikat makna suatu pengetahuan. Setelah seseorang mengikat pengetahuan maka ia dapat dikatakan sebagai orang yang mengetahui al-alim suatu objek atau tanda-tanda ayat, esensi ini terkandung dalam konsep ilmu al’-ilm. Dalam Kitab Al-Furuq Al-Lughawiyyah Baina Alfadz Al-Ilm Fi Al-Qur’an ditegaskan bahwa akal adalah daya atau kekuatan untuk menerima ilmu. Maksudnya, ilmu merupakan buah dari berpikir dengan hati. Adapun orang yang berpikir atau manusia yang telah menggunakan akalnya secara benar bisa dikatakan sebagai orang yang alim. Sebab dengan proses berpikir yang benar itulah ia akan sampai pada derajat orang yang tahu alim. Maka, bisa dikatakan bahwa orang yang berpikir dengan benar ialah orang yang alim. Lihat Al-Ankabut 43. Dengan demikian,aktifitas berpikir manusia harus bersifat terus-menerus. Dan setelah seseorang mengetahui suatu tanda ayat maka ia selanjutnya harus memikirkan hakekat yang terkandung di balik tanda tersebut, proses ini disebut dengan tafakkur. Dan ketika seseorang telah mendapatkan pelajaran dari aktifitas berpikir tersebut maka yang harus dilakukan ialah memahaminya secara benar dan mendalam, proses memahami hasil natijah proses berpikir itu disebut dengan tafaqquh. Setelah seseorang memahami suatu ilmu maka yang harus dilakukan selanjutnya ialah mengingat apa yang telah ia pahami dari hakekat tersebut. Proses seperti ini disebut dengan tadzakkur. Dan ketika manusia selalu mengingat ilmu yang telah ia pahami maka upaya terakhir yang seharusnya dilakukan oleh orang yang berpikir ialah tadabbur atau melihat kembali hakekat dari suatu peristiwa atau ilmu yang telah dipelajari sebelumnya. Jadi, konsep akal sangat sarat akan nilai-nilai ilmu pengetahuan. Dengan akal, manusia diarahkan untuk memikirkan hal-hal yang bisa dijangkau untuk menangkap esensi di balik suatu tanda. Sehingga, ketika manusia mampu memahami hakekat suatu ilmu maka akan bertambah pula keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Hal inilah yang membedakan cara pandang Islam terhadap cara pandang Barat yang lebih menitikberatkan akal pada aspek rasional semata. Dalam Oxford, Advanced Learner’s Dictionary 1995, p. 970, akal reason seringkali diartikan dengan “the power of the mind to think, understand” kemampuan otak untuk berpikir. Dalam perspektif ini terlihat ada perbedaan secara konseptual antara pengertian umum Barat dan pengertian al-Qur’an yang mendefiniskan akal sebagai kemampuan hati untuk berpikir. Pemahaman seperti inilah yang tersebar saat ini sehingga muncullah berbagai paham Barat seperti sekularisme, dualisme, humanisme, dan rasionalisme. Semua bermuara pada pemahaman terhadap pikiran yang khas cara pandang Barat yang mengabaikan kehadiran wahyu sedang Islam tidak. Akal dalam Islam mencakup dimensi intelektual, emosional, dan spiritual yang sesuai fitrah manusia dengan tanpa meninggalkan bantuan wahyu. Pemahaman di atas berimplikasi pada perkembangan ilmu, iman dan amal seseorang serta mampu menjadikannya pribadi yang beradab.*/Mohammad Ismail
Tulisan afala yatadabbarunal quran. Sumber Arab Afala Yatadabbarunal Quran dan Artinyaأَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلْقُرْءَانَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ ٱللَّهِ لَوَجَدُوا۟ فِيهِ ٱخْتِلَٰفًا كَثِيرًاA fa lā yatadabbarụnal-qur`ān, walau kāna min 'indi gairillāhi lawajadụ fīhikhtilāfang kaṡīrāArtinya, "Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya."Tulisan afala yatadabbarunal quran. Sumber Langkah Tadabbur Alquranإِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌArtinya, “Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.”
- Arti Afala Taqilun, Afala Tatafakkarun, Ada 13 Ayat Disebutkan di Dalam Alquran ini Maknanya Kalimat Afala Ta'qilun memiliki arti Apakah kamu tidak menggunakan akalmu ? atau Tidakkah kamu menggunakan akalmu? Atau Tidakkah kamu mengerti? Afala Tatafakkarun memiliki arti Apakah kamu tidak berpikir? atau Tidakkah kamu berpikir? Dua kalimat tersebut cukup banyak terdapat di dalam Alquran. Ada 13 ayat Quran yang mengandung pertanyaan Afala ta'qilun yang bersumber dari Allah SWT. Alquran adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril untuk dipedomani oleh umat manusia. Selain dalam bentuk kalimat-kalimat pernyataan, Alquran juga memuat kalimat-kalimat pertanyaan yang bersifat introspektif untuk menyadarkan manusia, menggunakan akal. Di antara kalimat pertanyaan introspektif tersebut menggunakan banyak redaksi seperti 1. Afala Ta’qilun? Tidakkah kamu menggunakan akalmu?2. Afala Tadzakkarun? Tidakkah kamu mengambil pelajaran?3. Afala Tubsirun? Tidakkah kamu melihat?4. Afala Tasma'un? Tidakkah kamu mendengarkan dan kalimat-kalimat lainnya. Semua kalimat pertanyaan ini mengajak manusia untuk melakukan muhasabah atau perenungan atas apa yang telah ditegaskan oleh Allah SWT. Di antaranya seperti ayat Surat Al-Baqarah 44 yang mengajak manusia untuk menyuruh orang lain melakukan kebaikan namun dirinya malah yang tidak melakukannya. Ayat tersebut kemudian diikuti dengan pertanyaan “Afala Ta’qilun?” Tidakkah kamu mengerti?. Ayat ini menjadi pengingat dan perintah bagi manusia untuk konsisten dalam perkataan dan perbuatan. Berikut 13 ayat Alquran yang di dalamnya mengandung kalimat “Afala Ta’qilun? Tidakkah kamu mengerti?, dikutip dari 1. Surat Al-Baqarah 44 اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ artinyaMengapa kamu menyuruh orang lain untuk mengerjakan kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal kamu membaca suci Taurat? Tidakkah kamu berfikir/menggunakan akalmu?