Matapencaharian masyarakat Natuna yang berhubungan erat dengan keberlangsungan sumber daya laut menjadi cara bertahan hidup dan penopang kehidupan ekonomi mereka. Masyarakatyang tinggal di pantai bekerja sebagai nelayan karena dipengaruhi potensi alam serta kondisi geografis. Potensi alam berupa ikan yang sangat banyak dan kondisi geografis yang berupa perairan menjadikan masyarakat sekitar untuk menjadi seorang nelayan. SistemMata Pencaharian Sistem matapencaharian warga kasepuhan adalah ladang berpindah. Masyarakat kasepuhan masih mempertahankan pola bertani seperti ini meskipun mereka juga menerapkan sistem bersawah tetapi tata cara penggarapannya sama seperti ladang berpindah. 2021). Mata Pencaharian di Kampung Adat UrugDesa Urug Kecamatan Sukajaya Kabupaten Bogor. Sintesa: Jurnal Ilmu Pendidikan, 16(1), 41-51. Received: 16-6-2021 Accepted: 25-6-2021 Published: 30-6-2021 Abstrak. Mata pencaharian adalah pekerjaan yang menjadi pokok penghidupan dapat diartikan sebagai Mayoritasmasyarakat Pulau Pari memiliki mata pencaharian sebagai nelayan dan petani rumput laut. Penurunan pendapatan mayoritas masyarakat memerlukan solusi dalam bentuk alternatif mata pencaharian dengan mengoptimalkan potensi Sumber Daya Alam (SDA) di Pulau Pari berupa pariwisata bahari. Global economic value of shark ecotourism SocialInclusion. Salah satu filosofi pendiri DSN Group adalah ""Jika perusahaan ingin sejahtera, maka kami harus juga men-sejahterakan masyarakat. Untuk itu DSN Group mengupayakannya dengan cara memberdayakan masyarakat di sekitar operasional perusahaan agar mereka secara bersama-sama menikmati kesejahteraan yang ditawarkan pasar global Pengidentifikasiankearifan lokal masyarakat nelayan harus lebih difokuskan pada permasalahan dalam sistem mata pencaharian hidup yang memiliki isu global dan sekaligus mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi keberlangsungan hidup masyarakat lokal. dan mengandalkan laut sebagai sumber mata pencaharian. Masyarakat di wilayah ini tinggal di Masyarakat & Budaya, Vol. 26, No. 14, Agustus 2022] oleh Rusydan Fathy (Peneliti bidang Sosiologi Perkotaan Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN) "Pertama, tempat semakin direstrukturisasi sebagai pusat konsumsi, karena menyediakan konteks di mana barang dan jasa dibandingkan, dievaluasi, dibeli dan digunakan. Kedua, tempat itu sendiri dalam arti dikonsumsi, terutama secara visual WAHANAKREASI GLOBAL (WKG) tumbuh dari keprihatinan terhadap menurunnya kondisi ekonomi dan mata pencaharian masyarakat yang dipengaruhi oleh tekanan krisis global. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya kapasitas kelembagaan ekonomi petani, Usaha Mikro dan Kecil (UMK) dan ketidakpastian usaha. Perhatianyang lebih besar terhadap mata pencaharian membutuhkan: (a) peningkatan kesadaran akan ketahanan pangan dan kebutuhan mata pencaharian di masyarakat pedesaan; (b) tujuan-tujuan mata pencaharian yang lebih spesifik sebagai tujuan reformasi; dan (c) koordinasi multisektoral dan multilevel yang lebih besar untuk mewujudkan hal tersebut Osp2. Kampung Mutus adalah kampung nelayan di kepulauan Raja Ampat di bagian Timur Indonesia. Lokasi ini terkenal dengan budi daya ikan lautnya. Seorang keturunan Tionghoa bernama Ateng memulainya pada 1989 untuk mencari tongseng atau kerapu merah.“Saya punya kakak bertemu dengan Ateng, dia ajak ke Kampung Mutus. Kebetulan tongseng di sini banyak. Akhirnya kampung ini disebut kampung nelayan. Karena bisa rawat ikan-ikan yang ditangkap di keramba-keramba penampung,” kata Markus Dimara, Kepala Adat Kampung Mutus.“Nelayan sekarang, keluar pagi dengan dua puluh liter bensin paling banyak dapat sepuluh ekor, bahkan ada yang dua ekor. Karena hasil laut semakin waktu semakin berkurang. Karena cara penangkapan yang tidak teratur di masa lalu,” perikanan memiliki peran penting dalam perekonomian Raja Ampat dan juga Indonesia. Tantangan masih berdatangan, yang mempengaruhi kehidupan dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada laut. Penangkapan ikan secara berlebihan telah mengurangi pasokan ikan, sepertiga terumbu karangnya berada dalam keadaan terdegradasi, sampah laut meningkat, dan separuh area mangrovenya tidak dalam segara biru di Timur Indonesia, peluang bumi masih ada dan warga masih bisa konservasi – Warga Yensawai Barat, Raja Ampat, menyiapkan bibit mangrove untuk ditanam. Mangrove melindungi pesisir dari gelombang tinggi dan abrasi. Perlu kegiatan konservasi yang lebih kuat agar deforestasi mangrove dapat dihentikan, misalnya perluasan moratorium alih fungsi hutan primer hingga meliputi seluruh ekosistem mangrove. Foto Donny Fernando/National Geographic ekosistem laut dan pesisir adalah kunci bagi kesejahteraan IndonesiaAwaludin Noer Ahmad, atau akrab disapa Wawan Mangile, koordinator program untuk wilayah Kepala Burung Papua di Yayasan Konservasi Nusantara menyatakan bahwa ketika pandemi muncul, ada banyak celah untuk bertahan di Raja Ampat.“Masyarakat tahu ada pandemi, tapi tidak takut lapar. Itu salah satu indikasi bahwa memang mereka percaya bahwa konservasi adalah jalan nyata. Jika sektor wisata mati total, pasti kita sengsara. Tapi masyarakat kampung di Raja Ampat bilang kami masih punya ikan, sagu, dan kasbi. Yang kami tidak punya hanya uang,” Wawan, kearifan di Raja Ampat telah lama mengandung nilai konservasi. Salah satu contohnya adalah sasi, yang bertujuan untuk mengatur kelestarian sumber daya alam. Khususnya di laut, biota tidak boleh ditangkap pada kurun waktu tertentu, sebelum dipanen secara bersamaan. Tradisi ini menjaga agar biota bisa berkembang biak dan tidak punah.“Misalnya saat sasi mereka ambil teripang ada ukuran yang dibatasi, tidak diambil semua. Kemudian mereka butuh waktu 5-6 tahun untuk buka lagi,” kata Wawan. “Ketika dibatasi, mereka bisa buka tiap tahun. Mereka juga tidak ambil lobster yang punya telur. Sehingga populasi teripang dan lobster terjaga.”Kearifan ini dapat diterapkan di wilayah lain di Nusantara. Laporan baru Bank Dunia yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan juga menyebutkan bahwa Pemerintah dapat memberikan hak panen kepada masyarakat tertentu di pesisir, atau kepada perusahaan, dalam jumlah dan batas tangkapan tertentu. Prinsip berbasis hak ini dapat mendorong pengelolaan yang lebih baik dan meningkatkan produktivitas pariwisata berkelanjutan dan mengurangi sampah plastikBelajar sejak dini Usal kanan berkomitmen mendidik anak-anak Pulau Arborek. Kegiatan belajar-mengajar masih terus dilakukan walau terdapat ketertinggalan dari segi fasilitas. Usal merupakan salah satu guru sukarela di Kitong Bisa. Mereka mengajarkan nilai kehidupan termasuk konservasi dan pariwisata dengan metode bahasa Inggris setiap Sabtu dan Minggu. Foto Donny Fernando/National Geographic laut Raja Ampat dan kehidupan bawah laut yang mempesona menjadikan pariwisata sebagai salah satu kontributor utama ekonomi lokal. Ini juga berarti pandemi COVID-19 sangat berdampak pada pariwisata di Raja Ampat, khususnya bagi pemilik dive center atau homestay kecil. Sekalipun ada wisatawan, mereka lebih memilih resort — penginapan berfasilitas mewah. Arborek Dive Shop milik Githa Anasthasia dan Marsel Mambrasar saja selama pandemi baru kedatangan 15 tamu.“Orang lebih suka menginap di resort yang proper ketimbang tinggal dengan masyarakat lokal, walaupun tidak seratus persen,” ucap jumlah kedatangan turis turun drastis, pandemi memberi banyak pelajaran bagi Marsel dan Githa, terkait makna pariwisata yang berkelanjutan. Mereka bisa bertahan dengan mata pencaharian lain, seperti berkebun atau mengolah ikan laut menjadi produk ikan asin.“Itu yang harus kita pelajari dari pariwisata berkelanjutan, sekalipun tanpa wisatawan,” pungkas jumlah wisatawan menurun di Raja Ampat, pencemaran sampah plastik masih terus terjadi. Menurut Marsel, sumbernya tak lepas dari Sorong, kota terbesar di Papua Barat, dan Waisai, kota kecil di bagian selatan Pulau Waigeo di Kepulauan Raja ini dibenarkan juga oleh Wawan. “Biak sudah menetapkan aturan tidak boleh pake kantong kresek, jadi kembali ke noken,” mengacu pada tas anyaman tradisional yang terbuat dari serat kayu atau Laut untuk Kesejahteraan menyebutkan bahwa selain inisiatif seperti pembersihan pantai, diperlukan insentif untuk inovasi dan daur ulang plastik, serta strategi untuk mengurangi penggunaan plastik. Selain itu, kegiatan restorasi dan peningkatan infrastruktur desa dapat menciptakan lapangan kerja sekaligus meningkatkan ketahanan Anasthasia, warga yang aktif dalam pelestarian, usai menyelam untuk mengamati perilaku pari manta. Pelestarian alam membawa manfaat ekonomi dan mata pencaharian bagi masyarakat..Mendorong ekonomi laut berkelanjutan melalui kolaborasiBank Dunia mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan ekonomi laut berkelanjutan – atau strategi ekonomi biru. Strategi ini berfokus pada investasi untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir dan memulihkan ekosistem kritis, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang, serta Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan P3TB , yakni sebuah platform untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan Dunia juga memberikan dukungan teknis melalui Indonesia Sustainable Oceans Program, melengkapi upaya peningkatan kapasitas dan basis pengetahuan terkait ekonomi berbagai upaya di atas dan berbagai kegiatan lainnya, Indonesia dapat mewujudkan ekonomi biru untuk generasi sekarang dan ini diadaptasi dari artikel majalah National Geographic Indonesia edisi khusus laut, Mei 2021, berjudul “Rencana Tuhan di Raja Ampat”, yang ditulis oleh Fikri Muhammad. Artikel ini ditulis dengan kemitraan antara Bank Dunia dan National Geographic Indonesia. Foto oleh Donny Fernando. Upaya Ini Bertujuan untuk Meningkatkan Ketahanan Masyarakat Pesisir di IndonesiaWashington, DC, 7 Juni 2022. Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia pada tanggal 20 Mei 2022 menyetujui proyek untuk mendukung Pemerintah Indonesia meningkatkan pengelolaan mangrove sekaligus mengembangkan mata pencaharian bagi Mangrove untuk Ketahanan Pesisir akan berfokus pada penguatan kebijakan dan lembaga dalam mengelola dan merehabilitasi mangrove, meningkatkan pengelolaan mangrove secara berkelanjutan, serta meningkatkan berbagai peluang mata pencaharian bagi masyarakat pesisir yang hidup di sekitar hutan mangrove di beberapa daerah.“Keberhasilan proyek ini akan berkontribusi signifikan terhadap pencapaian sasaran pengurangan emisi Indonesia yang tercantum di dalam Nationally Determined Contributions NDC, serta sasaran kita untuk menjadikan sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebagai Net Sink pada tahun 2030. Upaya restorasi dan konservasi mangrove sangat penting bagi pencapaian sasaran tersebut, dan merupakan wujud nyata kuatnya komitmen global Indonesia untuk beradaptasi terhadap dan memitigasi berbagai dampak perubahan iklim”, kata Siti Nurbaya Bakar, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik seluas sekitar 3,4 juta hektar, 20 persen dari seluruh mangrove yang ada di dunia berada di Indonesia dan mencakup 40 dari 54 spesies mangrove sejati true mangroves – saat ini tercatat memiliki keanekaragaman terkaya di dunia. Hutan mangrove Indonesia menyimpan 3,14 miliar ton CO2 dikenal dengan sebutan “blue carbon”, atau setara dengan emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan oleh sekitar 2,5 miliar kendaraan bermotor yang dikendarai selama setahun. Mangrove merupakan komponen utama mata pencaharian masyarakat pesisir, serta menjadi sumber penting untuk makanan dan penghasilan. Sekitar 55 persen dari total biomassa perikanan tangkap di Indonesia merupakan spesies yang bergantung kepada mangrove, dengan produksi tahunan bernilai US$825 juta. Mangrove juga memiliki nilai pariwisata hingga US$30 juta per tahunnya. Penelitian Bank Dunia baru-baru ini mengungkap bahwa mangrove di Indonesia memiliki nilai total tahunan sebesar US$ hingga US$ per nilai yang demikian besar, mangrove di Indonesia perlu direhabilitasi. Dalam 20 tahun terakhir, Indonesia kehilangan hampir hektar mangrove setiap tahunnya lebih luas dari kota Paris, disebabkan oleh faktor-faktor tidak langsung, termasuk permintaan global akan beragam produk, seperti misalnya udang yang kerap dibudidayakan di kawasan yang sebelumnya ditumbuhi oleh mangrove serta kurangnya pemahaman mengenai nilai ekonomis pesisir yang bergantung kepada mangrove untuk ketahanan hidup dan mata pencaharian termasuk di antara mereka yang paling rentan di Indonesia. Mereka memiliki akses yang terbatas kepada layanan umum seperti sekolah menengah, air yang aman digunakan, listrik, dan tranportasi, dan mengalami kemiskinan 1,27 persen lebih tinggi daripada masyarakat yang tinggal di pedesaan bukan pesisir. Saat ini dengan adanya krisis yang disebabkan oleh COVID-19, angka kemiskinan kemungkinan besar meningkat – menekankan perlunya kebijakan dan investasi yang ditargetkan untuk mencapai masyarakat pesisir.“Bank Dunia memuji langkah berani yang telah diambil oleh Pemerintah Indonesia untuk mengendalikan laju pengurangan mangrove serta merehabilitasi kawasan mangrove yang terdegradasi dan terdeforestasii, dan oleh karena itu kami siap mendukung upaya-upaya tersebut. Konservasi ekosistem mangrove Indonesia yang sehat dan upaya rehabilitasi dengan sasaran yang jelas dan menggunakan praktik-praktik baik secara global dapat menghasilkan keuntungan ekonomi yang signifikan bagi negara dalam bentuk ketahanan pesisir, produktivitas sektor perikanan, potensi pariwisata, dan mitigasi dampak perubahan iklim. Melalui proyek ini, Bank Dunia mendukung Indonesia meningkatkan pembangunan hijau yang berketahanan dan inklusif bagi masyarakat pesisir, di antaranya melalui penguatan kelembagaan serta kebijakan di tingkat nasional dan daerah dalam mengelola mangrove, juga menambahkan nilai mangrove dengan memungkinkan adanya skema pembayaran blue carbon yang terkandung di dalam mangrove,” ucap Satu Kahkonen, Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste. “Dengan mengintegrasikan pengelolaan sumber daya secara berkelanjutan ke dalam perencanaan di tingkat desa dan peningkatan peran perempuan dalam pengelolaan mangrove serta kepemimpinan di desa, kami berharap untuk menyaksikan terjadinya peningkatan tutupan mangrove serta pengurangan laju hilangnya mangrove.”Proyek ini dirancang untuk mendukung Program Rehabilitasi Mangrove Pemerintah yang ditargetkan untuk merehabilitasi mangrove seluas hektar hingga tahun 2024. Pada tahap awal, proyek ini difokuskan di empat provinsi yang memiliki porsi kawasan mangrove yang telah ada maupun yang terdegradasi, yaitu di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Riau. Model peningkatan konservasi, rehabilitasi, serta peningkatan mata pencaharian yang diterapkan pada proyek ini berpotensi untuk direplikasi di seluruh wilayah Indonesia. Proyek ini juga mendukung Rencana Aksi Iklim Kelompok Bank Dunia Tahun Fiskal 2021-25 serta Strategi Gender TF 2016-23, terutama dalam hal tujuan strategis terkait peluang ekonomi serta peningkatan suara dan agensi informasi lebih lanjut, kunjungi Ikuti kamiBankDunia Aktivitas masyarakat pada proyek riset pengamanan dan manfaat REDD+ di Provinsi Jambi, Indonesia. Foto oleh Icaro Cooke Vieira/CIFOR-ICRAF Bacaan terkait Artikel ini menyajikan temuan awal penelitian kami mengenai perlindungan REDD+ di Provinsi Jambi, Indonesia; hasil penelitian telah dipresentasikan dan divalidasi bersama pemangku kepentingan utama di Jambi pada November 2022. Perlindungan diperkenalkan untuk mengatasi potensi dampak program reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan REDD+ terhadap masyarakat adat dan komunitas lokal IP dan LC. Namun, bagaimana perlindungan ini bekerja dan apa rintangan dalam implementasinya? Perlindungan dikonseptualisasikan dengan cara berbeda – mulai dari penghalang dampak negatif do no harm’ hingga mekanisme yang dapat mengkatalisasi peningkatan kesejahteraan dan mata pencaharian masyarakat adat dan komunias lokal do better’. Melalui Studi Komparatif Global CIFOR-ICRAF tentang REDD+ GCS-REDD+, kami meneliti desain dan implementasi perlindungan REDD+ di Indonesia, Peru, dan Republik Demokratik Kongo. Tujuan kami adalah untuk memahami bagaimana perlindungan diterapkan, mengidentifikasi tantangan implementasi, dan memberikan rekomendasi untuk mengatasi tantangan tersebut. Pada tingkat nasional, kami menelaah dokumen legal dan mewawancarai ahli hukum untuk memahami kondisi pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan lokal dalam konteks REDD+. Pada tingkat provinsi, kami menggabungkan keterlibatan jangka panjang kami dengan REDD+ di Indonesia dengan telaah pustaka yang lengkap dan wawancara dengan para pemangku kepentingan yang berpengalaman dengan perlindungan terkait dengan inisiatif Fasilitasi Kemitraan Karbon Hutan FCPF di Provinsi Kalimantan Timur, dan proyek Dana BioKarbon di Provinsi Jambi. Di Jambi, narasumber kami meliputi lembaga swadaya masyarakat LSM, aktor pemerintah, dan peneliti dari perguruan tinggi, serta perwakilan kelompok yang mungkin terkena dampak proyek REDD+. Perlindungan REDD+ di Jambi Jambi merupakan salah satu provinsi yang dipilih untuk kegiatan percontohan REDD+. Terdapat empat lokasi pada 2014 Berbak, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Hutan Hujan Harapan dan Hutan Desa Durian Rambun. Jambi juga menjadi lokasi pasar karbon sukarela REDD+, termasuk proyek pembayaran atas jasa lingkungan Bujang Raba 2014-2020 yang dikerjakan oleh Komunitas Konservasi Indonesia KKI Warsi, dan proyek Durian Rambun 2013-2020 yang dikoordinasikan oleh Flora and Fauna International. Mengikuti pengembangan SIS Sistem Informasi Safeguards REDD+ di tingkat nasional pada 2011, Jambi menjadi salah satu provinsi yang melakukan uji coba SIS REDD+, menyusul komitmen pemerintah daerah dalam mengembangkan strategi dan rencana aksi REDD+ provinsi. Provinsi ini juga berpartisipasi dalam uji coba awal PRISAI Prinsip, Kriteria, Indikator Safeguard REDD+ Indonesia, bekerja sama dengan KKI Warsi. Saat ini, aktivitas di bawah Inisiatif Biokarbon untuk Bentang Alam Hutan Berkelanjutan Dana BioCarbon di Jambi harus selaras dengan kerangka perlindungan yang disyaratkan untuk mendapatkan pembayaran berbasis hasil. Jambi memiliki target untuk mengurangi sedikitnya 14 juta ton CO2 pada 2026 untuk total pembayaran sebesar 70 juta dolar AS. Berbeda dengan Kalimantan Timur, Jambi mendapatkan dana pra investasi sebesar 13,5 juta dolar AS untuk pelaksanaan kegiatan penurunan emisi. Pembiayaan ini mendanai kesiapan REDD+ di provinsi tersebut, termasuk dukungan teknis untuk memenuhi persyaratan perlindungan Bank Dunia. Dukungan ini termasuk pembuatan standar prosedur operasi SOP tentang perlindungan untuk implementasi proyek dan pedoman persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan FPIC. Sampai saat ini, FPIC telah dilakukan di 170 desa; dan 60 desa lainnya pada 2023. Terkait dengan aspek perlindungan lainnya, Jambi saat ini sedang menyusun rancangan peraturan daerah tata cara pengakuan masyarakat adat, dan telah merancang mekanisme umpan balik dan ganti rugi. Selain itu, meskipun dokumen rencana pembagian manfaat belum final, sudah ada diskusi di tingkat provinsi mengenai proporsi manfaat dan prosedur pembagian manfaat untuk masyarakat adat dan lokal. Lokakarya Bagaimana mendukung aksesibilitas manfaat bagi masyarakat adat dan lokal? Temuan awal penelitian ini telah dipresentasikan dalam lokakarya dengan pemangku kepentingan REDD+ di Jambi pada 24 November 2022. Lokakarya memfasilitasi diskusi terkait pembagian manfaat serta perlindungan hak-hak masyarakat adat dan lokal, termasuk dampak REDD+ terhadap mata pencaharian. Organisasi yang mewakili dan bekerja untuk isu masyarakat mencatat pentingnya memastikan distrisbusi manfaat sampai pada masyarakat, transparansi pembagian manfaat serta pemberian informasi yang jelas dan lengkap kepada seluruh pemangku kepentingan. Kepala unit manajemen proyek PMU menjelaskan bahwa kawasan tertentu telah dipilih sebagai target intervensi misalnya taman nasional dan beberapa wilayah kesauan pengelolaan hutan. Namun, manfaat akan dapat diakses oleh pemangku kepentingan terkait di tingkat yurisdiksi, termasuk desa-desa yang tidak dapat menunjukkan kinerjanya untuk pengurangan emisi selama intervensi, sebagai bagian dari dukungan pemerintah untuk meningkatkan mata pencaharian mereka. Langkah berikutnya program ini adalah menjalankan proses peningkatan kapasitas bagi para penerima manfaat, difokuskan untuk mendukung partisipasi efektif mereka dalam merancang program serta menyusun dan mengajukan proposal kegiatan yang akan didanai oleh pembayaran berbasis hasil dari program. Peserta juga mengusulkan keterlibatan organisasi masyarakat sipil CSO sebagai pemantau independen untuk keseluruhan program, serta untuk mendukung masyarakat dalam mekanisme umpan balik dan memperbaiki keluhan. Jambi mengambil pembelajaran dari implementasi program FCPF di Kalimantan Timur. Walaupun menerapkan standar perlindungan yang serupa, program FCPF Kalimantan Timur menunjukkan beberapa perbedaan dalam pengorganisasian program misalnya fase kesiapan yang dikoordinasikan oleh forum multi pihak Dewan Daerah Perubahan Iklim, operasionalisasi perlindungan misalnya proses FPIC yang didukung oleh LSM, serta keterlibatan pemangku kepentingan lain misalnya kurangnya keterlibatan dari sektor swasta. Penelitian lebih lanjut akan difokuskan pada analisis komparatif implementasi perlindungan di kedua provinsi. Mengkaji potensi standar pengamanan Analisis awal kami tentang perlindungan dalam konteks Dana Biokarbon di Jambi menemukan adanya potensi untuk mendukung kemajuan lebih lanjut terkait inklusi sosial dalam sistem pemerintahan. Misalnya, program tersebut telah mendorong peningkatan partisipasi berbasis gender. Inisiatif Dana Biokarbon juga telah mendukung penyusunan rancangan peraturan daerah tentang pengakuan masyarakat adat. Melalui penelitian ini, kami berupaya memahami apa dan bagaimana perlindungan dapat mendukung perubahan transformasional terkait hak dalam inisiatif berbasis hutan. Kami akan terus memperbarui analisis kami sebagai bagian dari keterlibatan GCS REDD+ dengan perlindungan, memberikan rekomendasi berbasis bukti menuju REDD+ yang responsif terhadap hak yang bermanfaat bagi hutan serta masyarakat yang menjaganya. _____ Untuk informasi lebih lanjut tentang topik ini, silakan menghubungi Ade Tamara Nining Liswanti atau I Wayan Susi Dharmawan iway028 _____ Penelitian ini merupakan bagian dari Studi Komparatif Global CIFOR tentang REDD+ Mitra pendanaan yang telah mendukung penelitian ini meliputi Badan Kerjasama Pembangunan Norwegia, Inisiatif Iklim Internasional IKI dari Kementerian Lingkungan Hidup, Konservasi Alam, dan Keamanan Nuklir Pemerintah Federal Jerman, dan Program Penelitian CGIAR tentang Hutan, Pohon dan Agroforestri CRP-FTA dengan dukungan dari Dana Donor CGIAR Visited 1 times, 1 visits todayKebijakan Hak CiptaKami persilahkan Anda untuk berbagi konten dari Berita Hutan, berlaku dalam kebijakan Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike International CC BY-NC-SA Peraturan ini mengijinkan Anda mendistribusikan ulang materi dari Kabar Hutan untuk tujuan non-komersial. Sebaliknya, Anda diharuskan memberi kredit kepada Kabar Hutan sesuai dan link ke konten Kabar Hutan yang asli, memberitahu jika dilakukan perubahan, termasuk menyebarluaskan kontribusi Anda dengan lisensi Creative Commons yang sama. Anda harus memberi tahu Kabar Hutan jika Anda mengirim ulang, mencetak ulang atau menggunakan kembali materi kami dengan menghubungi forestsnews